Ketika Nabi dan Abu Bakar Singgah di Gua Tsur

Sirah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam meninggalkan rumah beliau pada malam tanggal 27 Safar tahun kenabian. Beliau menuju kediaman Abu Bakar, sahabat terdekatnya yang selalu setia menemani perjalanan beliau. Kemudian keduanya bersegera bersama-sama meninggalkan Mekah sebelum fajar menyingsing

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam yang ketika itu telah mengetahui bahwa orang-orang Quraisy akan berupaya keras untuk mengejar dan mencelakakan beliau, maka dari itu beliau memilih jalan yang berlawanan arah dengan arah jalan yang mereka sisir dari kota Madinah menuju ke arah utara.

Beliau menempuh jalan sepanjang 5 mil menuju ke arah Yaman, kemudian sampai di bukit yang dikenal dengan bukit Tsur. Sebuah bukit yang tinggi, terjal, dan sulit untuk didaki karena banyak bebatuan. Kondisi ini membuat kaki Rasulullah lecet (karena tanpa alas). Ada riwayat yang menyebutkan bahwa ketika beliau sampai di sana dan berjalan di jalur tersebut, beliau bertumpu pada ujung-ujung kakinya agar jejaknya tak nampak.

Beliau kemudian harus digendong oleh Abu Bakar untuk mencapai puncak bukit, Abu bakar memegangi beliau dengan kencang hingga akhirnya sampai ke sebuah gua di puncak bukit itu yang kemudian dikenal dengan nama Gua Tsur.

Begitu tiba, Abu Bakar berkata, “Demi Allah, engkau jangan masuk dulu sebelum aku masuk; jika ada sesuatu di dalamnya, maka biarlah hanya aku yang mengalaminya. Kemudian ia masuk untuk menyapunya, dan didapatinya di sisi gua tersebut ada beberapa lubang, maka ia pun menyobek kainnya dan menyambutnya tetapi masih tinggal dua lubang lagi, lantas ditutupinya dengan kedua kakinya.

Kemudian ia berkata Rasulullah, “Masuklah.” Rasulullah pun masuk dan merebahkan kepalanya di pangkuannya lalu tertidur. Sementara kaki Abu Bakar yang digunakan untuk menyumbat lubang, disengat (binatang berbisa) namun ia bergeming sedikit pun karena khawatir membangunkan Rasulullah. Kondisi ini membuat air matanya menetes hingga membasahi wajah beliau. Lalu beliau berkata kepadanya, “Ada apa denganmu, wahai Abu Bakar?”

“Ayah dan ibuku menjadi tebusanmu, wahai Rasulullah! Aku telah disengat,” jawabnya.

Lantas Rasulullah kemudian meludah kecil ke arah bekas sengatan tersebut hingga apa yang dirasakan Abu Bakar hilang tak terasa sama sekali. (***)

Sumber: Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri. 1421 H. Ar-Rahiq al-Makhtum, Sirah Nabawiyah “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad”. Jakarta: Darul Haq. via: Islampos

Anda mungkin juga berminat
Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.