Pilwakot Bengkulu, Calon Independen Lebih Tepercaya

 

Tajuk Rencana-intersisinews.com, Pilwakot Bengkulu 2018 dapat dimaknai sebagai pertarungan kelas. Antara kepentingan pemodal besar dengan katakan saja kepentingan pemodal kecil, atau kepentingan elitis dengan kepentingan yang lebih luas.

Masing-masing calon tentunya menjadi proxy salah satunya atau keduanya dengan proporsi tertentu. Meski tidak selalu, kepentingan partai politik yang mengusung Pasangan Calon Walikota Bengkulu cenderung akan mewarnai atau setidaknya mempengaruhi kepemimpinan calon yang diusung.

Pemilih kritis dan rasional tentu akan mempertimbangkan karakter partai pengusung sebagai salah satu dasar dalam memilih, pasangan calon walikota Bengkulu.

Oleh karenanya calon independen jadi semacam alternatif untuk lahirnya Calon walikota yang dapat merangkul seluruh potensi dengan menyeimbangkan kepentingan agar lepas dari  kondisi yang tidak diinginkan yaitu: dominasi elitis (minoritas pemodal besar) atau tirani mayoritas pemodal kecil. Dibolak balik hakikatnya kita menolak dominasi dan tirani.

Munculnya Calon independen merupakan alternatif pilihan masyarakat yang diberi ruang oleh  konstitusi untuk tampil maju sebagai calon Kepala daerah, maju sebagai calon independent tidaklah mudah, yaitu harus memiliki modal syarat dukungan yang memadai, perlu juga membangun tim dari awal untuk dapat menghadapi kompetisi yang kadang keras dan dinamis.

Peluang calon independent untuk membangun pemerintahan yang bersih lebih memungkinkan dari pada calon kepala daerah dari jalur partai politik yang cenderung berpotensi untuk korupsi jika dibandingkan dengan calon dari jalur perseorangan. Itu sebabnya calon perseorangan atau independen relatif lebih dapat dipercaya. Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz mengungkapkan itu.

Menurut Donal, gambaran korupsi setidaknya terlihat dari tiga tahapan pilkada yang berpotensi suap bagi calon dari jalur parpol.

Tahap pertama masa pencalonan lewat mahar politik kepada parpol.

Kedua proses kampanye dengan politik uang kepada pemilih.

Ketiga pascapemilihan, melalui suap kepada KPUD hingga Mahkamah Konstitusi untuk memenangi pemilihan.

Calon perseorangan hanya berpotensi menyuap pada masa pencalonan. Contohnya pembelian KTP ke perusahaan yang memiliki akses data kependudukan seperti leasing.

“Tetapi, kalau kandidat independen ini paling beli putus. Tidak tersandera lagi,” ucap Donal.

Anda mungkin juga berminat
Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.