Penjemputan

Aku bergegas. Semua serba cepat, dari mandi hingga berpakaian bahkan hingga menjalankan kendaraan. Semestinya aku sudah ada di tempat lebih awal, mengingat akulah ‘programer’ acara ini.

Untung aku sudah mogok menggunakan hp sejak 1 tahun lalu, kalau tidak, mungkin sudah sangat banyak pesan ataupun telepon yang mempertanyakan keberadaanku. Tapi hatiku tetap tidak tenang sebelum orang-orang melihat wajahku di lokasi acara. Kecepatan kendaraanku tetap stabil, tidak ingin sesuatu terjadi yang bakal menghalangi aku untuk sampai tujuan 2 jam yang lalu.

Hal yang sangat membuat aku lupa kalau aku ada acara malam ini. Seseorang yang sangat aku kenal dan tidak pernah berfikir untuk bisa bertemu di tempat usahaku, sekarang ada di depanku sambil tersenyum. Dan senyumnya itu akan selalu aku ingat.

Assalamualaikum, Dang Ryu…”

Suara ini mengalihkan perhatianku dari oret-oretanku mempersiapkan bahan untuk acara pembukaan cafe teh temanku.

“Waalaikum salam…” Seketika bangkit dari tempat duduk, lalu menjabat tangan kokoh pemuda unik ini.

“Apa kabar Dang? Adakah Dang baik-baik saja dan selalu sehat?” Pertanyaan ini sangat mengharukanku. Masih tetap sopan dan lembut, khas orang Bengkulu yang aku suka.

Ketika dia memeluk aku, aku menjawab bahwa aku baik-baik saja.

Obrolan yang sangat mengasikkan. Kadang kami tertawa lepas. Dan pemuda ini tertawa lepas dengan sangat anggun. Kadang hanya tersenyum kadang berdiam diri sesaat. Tiba-tiba aku ingat sesuatu.

“Adinda Rindang, maukah adinda ikut bersama Dang ke acara Dang malam ini?”

“Oh Dang, tentu saja adinda akan dengan sangat senang.”

“Baiklah, Dang mandi dulu. Apakah adinda Rindang mau membersihkan tubuh juga?”

“Silahkan Dang saja. Adinda akan menunggu di sini.”

Ups…ketika aku memperhatikan meja, aku merasa malu, ternyata sedari tadi belum ada apa-apa di atas meja kami. Benar-benar bukan tuan rumah yang baik.

“Oh maaf adinda Rindang, saking asyiknya kita bicara, Dang lupa menyajikan minuman untukmu.”

“Tidak apa-apa Dang. Adinda bersenda gurau dengan Dang saja, sudah merasa sangat senang. Dang jangan repot-repot.”

Rindang menjawab cepat, jawaban itu membuat aku semakin malu.

“Alex!”

Segera aku panggil salah satu karyawanku yang aku lihat dan meminta dia menyediakan Kopi SLE Grade A+, kopi paling spesial di cafe ini, begitu dia sudah ada di hadapan kami.

Rindang tersenyum dan mengucapkan terimakasih pada Alex.

“Jangan lupa penjelasan cara, rasa dan manfaat kopi itu nanti.” Bisikku pada pemuda yang sudah hampir 1 tahun ini membantu aku.

“Oke bos” jawab Alex dengan gaya khasnya.

Segera aku ke kamar mandi. Mandi dengan sangat cepat. Lalu ke lantai atas untuk berpakaian. Tanpa memperhatikan apa yang akan aku kenakan, aku langsung saja memakai pakaian. Setelah itu segera menemui Rindang di mejanya. Ketika sampai dihadapannya, Rindang tersenyum kagum padaku. Dan aku tidak mencari tahu penyebab kekagumannya.

Aku yang terlalu cepat mandi dan berpakaian, atau Alex yang terlalu lamban mengerjakan pesananku.

“Alex!” Aku memanggil Alex.

“Otw…” Jawabnya dari dapur.

“Tidak usah adinda Alex. Dibungkus saja. Nanti ada yang mengambil.” Ucap Rindang ringan, tanpa dapat aku cegah.

“Kami akan segera berangkat, iyakan Dang?” Aku tergagap.

Dengan malu aku duduk di atas motor butut satu-satunya yang aku miliki. Rindang mengikutiku dan duduk di belakangku. Starter motor dan tergesa-gesa menjalankannya ke arah Pasar Bengkulu.

Tempat parkir sudah penuh. Ketika melihat aku, segera petugas parkir mengambil alih motorku dan menyusunnya di parkiran.

Aku merangkul Rindang, isyarat agar dia berjalan beriringan, tapi dengan halus dia menolak dan tetap berjalan di belakangku. Aku teringat masa kecil dulu, orang tuaku mengingatkan aku untuk berjalan di belakang orang yang lebih tua. Aku tersenyum kecil akan ingatan itu. Rindang benar-benar pemuda kampung yang sopan.

Perasaanku, semua orang memandang aku agak berlebihan kali ini. Ada yang tertegun, ada yang mau ngomel tapi akhirnya tidak jadi. Setiap orang yang aku lewati seolah-olah terpana melihat aku. Bahkan bunyi-bunyian seketika berhenti. Suasana begitu senyap, bahkan ketika aku menyalami mereka satu-persatu. Aku curiga, ada apa denganku? Atau karena Rindang di Belakangku?

Ketika hampir dekat panggung, aku mendekati Rio, pembawa acara malam ini. Sejenak aku melirik jam di pergelangan tangannya. Hmmm…semestinya acara sudah akan dimulai.

“Acara sudah mulai Yo” Tanyaku.

“Belum bang” jawab Rio masih melongo.

“Kalau gitu, kita mulai saja.” Perintahku.

“Iya bang…!” Tapi dia belum juga segera ke panggung. Dia masih melongo memperhatikan aku dari atas hingga bawah.

“Heh, ayo segera ke panggung! Kok ngeliat abang kayak gitu, ada yang aneh?”

“Iya, abang ganteng dengan pakaian ini. Sangat berwibawa…” Suaranya mengandung heran.

Buru-buru aku memperhatikan pakaianku, oh my god .. kenapa aku tidak memperhatikan pakaian yang aku pakai? Bukankah pakaian ini pakaian yang aku pakai ketika pesta pernikahan Gading beberapa bulan yang lalu di Gunung Bungkuk? Aku memperhatikan sekeliling. Kok mereka jadi aneh begini? Tapi suasana begini tidak boleh terlalu lama berlangsung.

Aku mengajak Rio ke panggung dan meminta dia untuk memulai acara. Untuk mencairkan suasana memberikan beberapa kalimat hingga suasana mencair kembali.

Ketika akan menuruni panggung, tidak sengaja aku melihat ke lapangan tugu perjuangan. Di sana juga ramai. Tapi jauh berbeda. Ada delman yang indah lengkap dengan kuda dan kusir dan di dalamnya aku lihat Gading tersenyum padaku. Ada enam ekor kuda yang gagah, di atasnya ada enam orang yang merupakan kakak-kakak Gading.

Dan tiga ekor tanpa penunggang. Selain mereka ada juga puluhan orang dengan gaya ala pengawal. Beberapa orang wanita membawa beberapa bingkisan yang dibungkus indah dan rapi.

Tidak sempat aku berfikir jauh, karena begitu acara di mulai aku harus menyampaikan kata sambutan mewakili Jack, si pemilik acara peluncuran produk baru yang kami harapkan akan menjadi minuman ikon pendamping Kopi SLE dan Teh SLE, yaitu Teh Daun Bambu.

Tidak jelas apa saja yang aku sampaikan dalam sambutan ini. Fikiran dan pandanganku terpecah antara acara ini dan rombongan yang ada di seberang jalan. Tetapi, ketika aku selesai, semua orang bertepuk tangan meriah, termasuk ‘pasukan berkuda’ di belakang orang-orang di depanku ini.

Aku akan turun dari panggung. Rindang dan Tofa menyambutku dan mendampingiku menuju kursi yang sudah disediakan, yang belum aku duduki dari tadi.

“Kapan kamu sampai?” Tanyaku pada Tofa.

“Sedari tadi bang. Abang lupa kalau aku bagian dokumentasi acara ini?

“Oh iya. Abang lupa.” Jawabku sambil nyengir. Dan aku rasakan cengiranku adalah cengiran terjelek, bahkan dari cengiran kuda. Padahal aku yang menghubungi Tofa dan merayunya agar dia menyempatkan untuk mendokumentasikan dan menulis tentang acara penting ini.

Satu persatu acara berlangsung tanpa dapat aku fokus. Sementara Rindang sangat menikmati sajian demi sajian acara yang telah disusun dengan susah payah pada hari kemaren. Walau kadang-kadang aku melihat keningnya berkerut. Dan aku tidak tahu apa sebab kerutan itu.

Tofa sibuk dengan tugasnya. Aku tidak tahu apakah dia tahu kalau ada rombongan dari Gunung Bungkuk di lapangan seberang jalan? Dia sama sekali tidak terhambat dalam melaksanakan tugas.

Saat acara pengenalan produk, beberapa orang model membawa minuman dalam nampan berjalan mengelilingi pengunjung. Di atas panggung Mr Jack menerangkan semua hal tentang Rumah Teh Mr. Jack. Aku juga tidak fokus dengan presentasi ini. Aku seperti sedang berada dalam dua dunia. Dunia sekeliling panggung ini dan dunia di lapangan seberang jalan. Keduanya menuntut aku untuk memikirkan semua.

Selesai presentasi Mr. Jack terhadap Teh Daun Bambunya, acara penutup yang menjadi puncak acara malam ini digelar. Pemutaran film pendek karya sineas muda lokal Bengkulu. Perhatianku sedikit tersita oleh alur film yang menceritakan tentang daerah bekas tambang Emas zaman Belanda, yaitu daerah Lebong Tandai. Pengambilan gambar yang berhasil menceritakan betapa ‘malangnya’ masa lalu, sekarang dan masa depan daerah ini.

“Dan sampailah kita pada akhir acara, tapi sebelumnya…” Belum sempat Rio menyambung ucapannya, terdengar derap teratur beberapa ekor kuda menyeruak di antara tamu, dan menuju ke arah kami, sehingga mengejutkan semua orang termasuk aku dan Tofa.

Ketika tiga ekor kuda yang berlainan warna tersebut berhenti tepat di depan kami. Kuda gagah berwarna putih mengambil posisi di depan Rindang. Warna coklat di depan Tofa. Sedangkan warna hitam menjongkok di depanku. Seolah memimpin penghormatan dan diikuti oleh kuda-kuda lainnya.

“Ayo Dang, silahkan naik. Mereka menjemput kita. Adinda tofa, itu kudamu.”

Patuh kami mengikuti perintah itu. Rindang menaiki kudanya. Lalu aku dan terakhir Tofa. Ketika semua naik, tanpa aku perintah, kudaku melangkah lebih dulu, diikuti oleh Rindang dan selanjutnya Tofa. Dalam hati aku bertanya-tanya, kapan ya aku belajar menaiki kuda?

Kuda-kuda ini melangkah tenang melewati para tamu yang kebetulan berada di jalan yang akan kami lewati. Dan menuju lapangan tugu yang ada di dekat jembatan Kualo ini. Sesampai pada rombongan, kami tidak berhenti, lalu diikuti oleh kuda-kuda lainnya. Menyusul para perempuan pembawa bingkisan dan terakhir pasukan pengawal. Kami terus melangkah menyeberangi sungai. Aneh, kok kami bisa berjalan di atas air? Dan aku dan tofa mau diajak ke mana?

Aku sempat sangat surprise dengan yang baru saja terjadi ini. Berfikir apakah ini adalah bagian penutup dari acara ini? Siapa yang melakukannya? Kenapa tidak ada konfirmasi sebelumnya? Ini benar-benar penutup yang sangat hebat.

Begitu kami memasuki tempat yang tidak terjangkau lagi oleh cahaya, barulah terdengar tepuk tangan yang sangat meriah. Rupanya penonton di belakang baru sadar dengan keadaan. Sesekali ada suara cuitan dan sesekali juga namaku dipanggil berkali-kali.

‘Pasukan berkuda’ ini melangkah. Dan aku tidak memperhatikan langkah ke mana arah yang dituju. Fikiranku masih terpaku akan peristiwa yang tak terduga ini. Aku yakin ini surprise dari Rindang dan saudara-saudaranya untuk mendukung acara sahabatku.

 

*Bersambung*

Kualo, 13 Maret 2019

Bagus Yuarto Rozali, Eks Presiden Sle Bengkulu

Anda mungkin juga berminat
Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.