Mendatangi Dukun Merupakan Dosa Besar

Iman kepada Allâh Subhanahu wa Ta’ala adalah beriman bahwa hanya Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang mengetahui seluruh perkara ghaib. Allâh Azza wa Jalla berfirman:  “Katakanlah, ‘Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah..” [An-Naml/27: 65]

Kemudian Allâh Azza wa Jalla memberitahukan sebagian perkara ghaib itu kepada rasul yang Dia kehendaki lewat wahyu-Nya. Allâh Azza wa Jalla berfirman: “(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya“. [Al-Jinn/72: 26-27]

Yang dimaksud perkara ghaib yaitu perkara yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra manusia. Karena yang mengetahui perkara ghaib hanya Allâh, maka syari’at Islam melarang umatnya mendatangi dukun. Yang dimaksudkan dukun di sini adalah yang bahasa arabnya adalah kâhin atau ‘arrâf. Yaitu orang yang mengaku-ngaku mengetahui perkara ghaib, apa yang akan terjadi, tempat barang hilang, pencuri barang, isi hati orang, dan semacamnya. Walaupun di masyarakat dikenal dengan sebutan kyai, orang pintar, orang tua, atau lainnya.

Imam Al-Khaththâbi rahimahullah berkata, “‘Arrâf adalah orang yang mengaku mengetahui tempat barang yang dicuri, tempat barang hilang, dan semacamnya”. (Syarah Nawawi, 7/392)

Mendatangi dukun seperti ini haram hukumnya. Barangsiapa mendatanginya dan bertanya kepadanya, maka shalatnya selama 40 hari tidak diterima oleh Allâh Azza wa Jalla. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa mendatangi ‘arrâf lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu, tidak akan diterima darinya shalat 40 hari. [HR. Muslim, no: 2230]

Maksud “tidak akan diterima darinya shalat 40 hari”, yaitu tidak ada pahala baginya, walaupun shalatnya sah di dalam menggugurkan kewajibannya, dan dia tidak harus mengulanginya.

Dalam hadits lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Barangsiapa mendatangi (yakni menggauli/mengumpuli) wanita haidh atau mendatangi (yakni menggauli/mengumpuli) wanita pada duburnya atau mendatangi kâhin (dukun), maka dia telah kafir kepada (al-Qur’an) yang telah diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam“. [HR. Tirmidzi; Abu Dawud; dll]

Kafir di sini maksudnya kafir kecil yang tidak mengeluarkan dari Islam, dengan dalil shalatnya tidak diterima 40 hari. Karena seandainya kafir besar yang mengeluarkan dari Islam, maka shalatnya seumur hidupnya tidak diterima, wallâhu a’lam.

Syaikh Muhammad bin Shâlih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa bertanya kepada ‘arrâf (dukun) dan semacamnya ada beberapa macam:

Sekedar bertanya saja. Ini hukumnya haram.

Berdasarkan hadits: “Barangsiapa mendatangi ‘arrâf…”. Penetapan hukuman terhadap pertanyaannya menunjukkan terhadap keharamannya. Karena tidak ada hukuman kecuali terhadap perkara yang diharamkan.

Bertanya kepada dukun, meyakininya, dan menganggap (benar) perkataannya. Ini kekafiran, karena pembenarannya terhadap dukun tentang pengetahuan ghaib, berarti mendustakan terhadap Al-Qur’an.

Bertanya kepada dukun untuk mengujinya, apakah dia orang yang benar atau pendusta, bukan untuk mengambil perkataannya. Maka ini tidak mengapa, dan tidak termasuk (larangan) dalam hadits (di atas). Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada Ibnu Shayyad untuk mengujinya.

Bertanya kepada dukun untuk menampakkan kelemahan dan kedustaannya.

Ini terkadang (hukumnya) wajib atau dituntut. [Diringkas dari Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitab at-Tauhid 2/49, karya Syeikh al-‘Utsaimin, penerbit: Darul ‘Ashimah, cet: 1, th: 1415 H]

Telah nyata larangan agama Islam, tetapi mengapa banyak orang yang percaya terhadap perkataan dukun? Ternyata  sebagian manusia itu terpedaya dengan sebab perkataan dukun itu terkadang sesuai dengan kenyataan.

Sesungguhnya sebagian dukun itu meminta pertolongan kepada jin untuk mengetahui pencuri, tempat barang hilang, dan sebagainya. Jin-jin itu juga memberitahukan bahwa Fulan akan datang hari ini atau besok, bahwa Fulan datang dengan keperluan ini atau itu, dan semacamnya.

Jika kâhin berkata benar, dalam perkara yang akan terjadi, maka itu adalah satu kalimat dari jin hasil copetan dari malaikat.

Atau dukun mengucapkan kalimat-kalimat umum yang bisa ditafsirkan dengan semua kejadian. Atau mereka bersandar kepada pengalaman dan kebiasaan, atau persangkaan. Namun sesungguhnya kebenaran dari perkataan dukun itu sangat sedikit dibandingkan dengan kebohongannya.

Hal ini juga disebutkan di dalam hadits-hadits shahih yang lain, antara lain sebagai berikut: Dari ‘Urwah, dia mengatakan: ‘Aisyah berkata: “Orang-orang bertanya kepada Rasulûllâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang para kahin, maka Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka: “Mereka tidak benar/batil”. Para Sahabat mengatakan: “Wahai Rasûlullâh, sesungguhnya para kahin itu terkadang menceritakan sesuatu yang menjadi kenyataan”. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Itu adalah satu kalimat dari jin, jin mencopet kalimat itu lalu membisikkannya pada telinga wali (kekasih)nya seperti berkoteknya ayam. Kemudian para kahin itu mencampur pada kalimat itu lebih dari seratus kedustaan”. [HR. Muslim, no. 2228]

Dari penjelasan ini kita mengetahui bahaya perdukunan, semoga Allâh selalu menjaga kita dari kesesatan-kesesatan. Aamîn. Wallâhu al-Musta’an (**)

 

Anda mungkin juga berminat
Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.