BPH Migas mengeluarkan Surat Edaran tentang pengendalian kuota Jenis BBM Tertentu (JBT), khususnya solar, semestinya menyesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah, hal ini disampaikan Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pengusaha Truck Indonesia (Aptrindo) Provinsi Bengkulu Yurman Hamedi.
“Kondisi daerah satu dengan yang lainnya itu berbeda-beda, seperti Bengkulu dengan Lampung ataupun Palembang dan Jambi. Jadi hendaknya SE BPH Migas tersebut menyesuaikan kondisi daerah masing-masing,” ujar Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Pengusaha Truck Indonesia (Aptrindo) Provinsi Bengkulu Yurman Hamedi, ketika dihubungi sejumlah wartawan.
Adanya SE BPH Migas yang diantaranya melarang dump truck mengisi BBM jenis solar disebutkannya masih belum jelas. Apalagi jika angkutan dump truck bermuatan atau tidak dengan dibawa oleh masyarakat yang notabenenya bukan angkutan khusus batu bara dan CPO, sehingga tidak masuk dalam kategori milik perusahaan. “Sepertinya SE BPH Migas masih perlu diperjelas secara rinci lagi, karena b isa saja angkutan yang dipakainya milik pribadi dan bukan perusahaan. Belum lagi jika masyarakat itu hari ini mengangkut batu bara dan besok tidak, apakah tidak berhak menggunakan BBM bersubsidi,” tanya Yurman, Rabu, (29/8/2019).
Lebih jauh dijelaskan, untuk mengatasi polemik soal penggunaan BBM bersubsidi yang ditandai masih terjadinya antrian panjang hampir disetiap SPBU sekarang ini, mau tidak mau pihak Pertamina dapat membuat SPBU khusus. Artinya disesuaikan dengan kebutuhannya yang ada pada wilayah masing-masing, seperti Wilayah Mukomuko berbeda dengan Kota Bengkulu yang diketahui di Mukomuko banyak industri.
“Saya juga kurang sependapat dengan kebijakan pembatasan dalam pengisian BBM bersubsidi, yakni dijatah 20 liter perhari cukup dari Kaur ke Mukomukoyang diketahui jaraknya sangat jauh mencapai 525 Kilometer (Km).Tidak menutup kemungkinan dalam perjalanan nantinya kehabisan BBMdan baru besok lagi bisa mengisi di SPBU. Itu belum adil juga,” tegas Ketua Gabungan Pengusaha Angkutan Batu Bara (Gapabara) Bengkulu ini.
Untuk diketahui, SE BPH Migas tertanggal 29 Juli 2019 dan ditanda tangani Kepala BPH Migas M. Fanshurullah, diantara isinya, dilarang menggunakan JBT jenis solar bagi kendaraan bermotor untuk pengangkutan hasil perkebunan, kehutanan dan pertambangan dengan jumlah roda lebih dari enam roda, baik dalam kondisi bermuatan atau tidak bermuatan.
Kemudian, maksimal pembelian JBT jenis solar untuk kendaraan roda empat 30 liter, perkendaraan perhari. Sedangkan untuk kendaraan roda enam maksimal 60 liter perhari perkendaraan, dan untuk kendaraan pribadi maksimal 20 liter.
Lalu untuk kendaraan dinas yang berplat merah, juga dilarang konsumsi JBT jenis solar. Poin empat, dilarang untuk mobil tangki BBM, CPO, Dump Truck, Truck trailer, Truck Gandeng, serta mobil molen pengaduk semen.
Selanjutnya, pihak Pertamina diminta dapat menindaktegas untuk penyaluran JBT sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 191 tahun 2014 tentang pendistribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak. (**)