Soal Status Hukum Agusrin, KPU Provinsi Bengkulu Tunggu Petunjuk

Bengkulu –Menindak lanjuti surat dari LSM Puskaki, agar menganulir mantan Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamudin, yang telah mendaftarkan diri untuk maju kembali pada Pilkada serentak tahun 2020, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bengkulu akan meminta petunjuk ke KPU RI.

Permintaan yang sesuai dengan PKPU 01 Tahun 2020 tersebut, lantaran status Agusrin sendiri diketahui sebagai mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi (tipikor).

“Surat masuk dari Puskaki itu., akan di tindak-lanjuti dengan meneruskan kepada KPU RI. Mengenai apa petunjuk KPU RI, kita lihat saja nanti,” kata Komisioner KPU Provinsi Bengkulu Eko Sugianto, dalam keterangannya.

Menurut Eko, untuk memastikan mantan Gubernur Agusrin lolos menjadi calon atau tidak, pihaknya bersama Pokja akan melakukan verifikasi serta validasi data kepada lembaga bersangkutan, seperti Bapas dan MenkumHAM.

Apalagi sebenarnya PKPU 09 dengan PKPU Nomor 01 tahun 2020, tidak jauh berbeda.

“Sesuai Surat Edaran (SE) KPU RI terhadap seluruh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota tentang pedoman pencalonan pemilihan Gubernur serta Wakil Gubernur, pemilihan Bupati serta Wakil Bupati, serta pada pasal 1 angka 21 PKPU nomor 01 tahun 2020, menyebutkan bahwa mantan terpidana adalah orang yang telah selesai menjalani pidana, dan tidak ada hubungan secara tekhnis (pidana). Tapi untk kepastiannya, kita akan menunggu petunjuk KPU RI terlebih dahulu,” terang Eko pada Minggu, (13/9/2020).

Sementara, sebelumnya Divisi Advokasi DPP Partai Gerindra, Maulana Bungaran, SH menjelaskan, Partai Gerindra sebagai parpol pengusung kandidat pasangan bakal calon (balon) Agusrin M Najamudin-Imron Rosadi pada Pilgub Bengkulu, bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 56, membahas dua hal, yakni terkait kontroversi pencalonan Agusrin sebagai Cagub di Pilgub Bengkulu.

Pertama, bagi mereka yang ancaman lima tahun, dan kedua, mengenai masa pengumuman telah menjalani lima tahun, setelah pembebasan bersyarat.

“Kata ancaman itu yang harus kita perhatikan. Artinya minimal lima tahun berdasarkan keputusan hukum tetap terhadap Agusrin, dan ancaman yang dikenakan dalam putusannya hanya empat tahun. Dengan demikian, secara hukum putusan MK itu tidak berlaku untuk saudara Agusrin, karena ancamannya tidak lima tahun, tapi minimal empat tahun. Kemudian, ada dokumen penjelasan dari Lapas Sukamiskin, bahwa hitungannya Agusrin sudah melebihi masa itu. Tapi kaitannya itu dengan ancaman lima tahun, sehingga syarat itu tidak mengikat dan tidak berlaku bagi Agusrin,” paparnya.

Disamping itu ditambahkan, kaitannya sebagai warga negara ikut dalam proses demokrasi, yang secara konstitusi semua warga negara itu berhak. Kecuali di cabut hak politiknya.

“Dari kajian yang pernah dilakukan, saudara Agusrin tidak pernah di cabut hak politiknya oleh pengadilan, dan kita harus menghargainya,” tutupnya.

Anda mungkin juga berminat
Tinggalkan pesanan

Alamat email anda tidak akan disiarkan.